Scripta Manent



Scripta manent adalah mengabdikan keabadian. Konsep di mana  keabadian kembali di abadikan menjadi suatu keabadian. Kita ketahui bahwa tak ada yang abadi di dunia ini. Kecuali Sang pencipta seluruh jagad raya lah yang abadi. Kita semua tahu akan hal itu, dari dulu hingga sekarang, bahkan sampai akhir zaman sekalipun. Kemudian apa yang disebut mengabadikan keabadian?
            Pernahkan anda perhatikan darimana kita bisa mendapat pengetahuan yang bahkan bukan dari negara kita sendiri? Pernahkah anda perhatikan darimana generasi sekarang mampu mempelajari hal-hal yang dipelajari para filusuf dan ilmuwan yang berumur ratusan lalu bahkan jutaan tahun yang lalu? Seperti tulisan ini yang mungkin ketika penulis telah tiada akan terbaca oleh beberapa generasi kemudian. Benar, tulisan. Tulisan yang disistematisasi akan menjadi sebuah buku. Dan buku akan menjadi sebuah keabadian yang mampu di pertahankan hingga ratusan tahun kemudian.
            Mengabadikan keabadian adalah menulis. Begitu singkatnya. Namun, tak banyak generasi dewasa ini yang mampu menulis, bahkan hanya sekedar menulis apa yang mereka inginkan. Kebanyakan mereka jago sekali dalam publik speaking namun lemah terhadap tulisan. Padahal, mulanya kaburo maqtan adalah dimulai dari banyak berbicara. Budaya menulis kian luntur entah kemana, padahal para ulama salaf banyak sekali yang menulis kitab-kitab pengetahuan, makanya ilmu yang mereka pelajari terdahulu bisa dipelajari di masa sekarang. Bayangkan kalau para ulama tak menulis semua pengetahuan yang mereka pelajari dulu, mungkin saat ini akan buta terhadap pengetahuan.
            Dalam firman Allah yang diturunkan pertama kali, Dia menyuruh umatnya untuk membaca. Membaca ini adalah kunci untuk membuka semua ilmu yang ditulis para ulama dan termasuk hadits-hadits yang ditulis para sahabat. Bagaimana bisa kita membuka ilmu tersebut jika kita tak mempunyai kuncinya, atau kita tak bisa menemukan kuncinya. Makanya Allah sangat memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat.
            Dan bagaiman jadinya jika kita mempunyai kunci tersebut namun kita tidak menemukan pintunya. Sama saja kita tak akan pernah bisa membuka ilmu itu.
            Kita fahami bahwa mengabadikan keabadian dengan cara menulis adalah penting. Penting karena ini menyangkut generasi mendatang yang akan menjadi warisan kita kelak. Apa yang akan mereka pelajari jika tak ada yang harus dipelajari. Jika tak ada buku, khususnya. Jika tak ada guru, apa mereka bisa mencari ilmu? Ini adalah tugas untuk kita semua.
            Menulis memang bukan hal yang mudah bagi para pemula, namun akan menjadi sangat mudah bagi mereka yang biasa melakukannya. Cobalah mendobrak benteng keengganan itu sekali, maka yang kedua dan ketiga akan mudah untuk dilalui.
            Menulis butuh ide dan bobot. Maka kita harus semakin mengkualitasi diri dengan memperbanyak membaca agar akan mudah sekali untuk menulis. Ingat ketika kita belajar berjalan waktu kecil? Apakah kita semudah itu menyerah? Jika ketika itu kita menyerah, mungin saat ini kita tidak akan pernah bisa menggunakan kaki kita dengan baik karena kita tak mampu berjalan. Bagaimana jadinya ketika waktu itu juga kita berhenti belajar berbicara? Mungkin saat ini kita akan bisu dan tak bisa bicara. Begitupula dampak jika kita tak mau belajar menulis dari dini. Mungkin saja beberapa tahun kemudian generasi kita akan bisu dan pincang terhadap ilmu pengetahuan.

Garut, 28 Mar. 16
Menunggu Ustadz Pepen Irfan Fauzan di SPI

Komentar

Postingan Populer