Anak Guntur

Penampilannya kumuh, lusuh, wajahnya tak begitu cerah karena polusi terminal benar-benar buruk. begitu kotor dan tak ada sama sekali ke teduhan di sana. terik matahari kian menampar habis-habisan semua orang yang berada di sana. termasuk kedua anak kecil itu. yang satu mempunyai tinggi yang lebih dari yang satunya. kalau orang sekali lihat mungkin akan menyangka bahwa mereka kakak beradik yang tak berorang tua. yang tak diurusi dengan sepatutnya.
rambutnya kucal, bagaikan tak pernah menyentu pembersih rambut bahkan dalam satu dekade. bajunya mungkin bersih, namun tetap saja kelusuhan tak terhindari. anak yang lebih tinggi itu memanggil-manggil angkot yang entah sebenarnya apa tujuannya. sementara adiknya hanya terdiam melihat aksi kakaknya tadi.
sore itu lembayung tak hadir, hujan pun tak mengiringi habisnya senja yang teduh namun tak terik. sore itu mereka berdua seperti terlihat tak ada tujuan hanya berjalan-jalan di sekitar terminal tanpa ada yang memarahinya. sore itu sepertinya mereka sedang mengumpulkan recehan yang dibuang oleh para orang kaya dan diikhlaskan oleh para dermawan.
Ini jelas sebuah fenomena yang lumrah adanya di Negara Berkembang. mereka tidak diurusi orang tua bahkan negara. mereka berdiri di kaki sendiri mencari sesuap nasi yang belum tentu mereka dapatkan di pagi hari. tapi mereka punya keyakinan bahwa mereka harus bertahan hidup bagaimanapun caranya. mereka harus bertahan hidup seperti apapun caranya.
Coba kita lihat bagaimana kita menjalani kehidupan dengan begitu asal-asalan. bagaimana kita menjalani hidup dengan seenaknya. membuang recehan yang mereka butuhkan. membuang makanan yang sebenarnya mereka inginkan. berkacalah pada mereka. anak terminal.

garut, 21 Maret 2016 

Komentar

Postingan Populer